Sunday, November 25, 2018

Aku Indigo?

Hallo..selamat datang..
Setelah sekian lama berfikir tentang blog ini, akhirnya saya memutuskan untuk menulis cerita-cerita horror di blog ini. Agak klise dan mungkin sudah banyak yang melakukan hal yang sama. Tapi sepertinya saya butuh untuk berbagi. Cielah...
Mulai saja...


Banyak orang mengatakan bahwa seseorang yang terlahir dengan kemampuan melihat sesuatu yang tidak bisa dilihat oleh orang lain adalah sebuah anugerah. Banyak orang yang mengagumi atas kemampuan tersebut. Tapi saya sendiri, dengan beberapa pengalaman sepele tentang dunia tersebut, tidak pernah merasa 'beruntung' akan kemampuan saya. Entahlah. Apa saya kurang bersyukur yah? LOL
Saya bukan indigo. Tapi memang lebih sensitif dibanding orang kebanyakan. Sejujurnya, saya juga tidak begitu ingat bagaimana awalnya sampai bisa seperti sekarang. Tapi samar-samar saya bisa menggambarkan beberapa kejadian aneh yang saya alami semasa kecil saya.
Yang paling saya ingat adalah suara tangisan dan bunyi seretan di malam hari
Ceritanya, saya adalah anak pertama dari dua bersaudara. Saya dan adik saya selisih 5 tahun. Orang tua saya tinggal merantau karena tugas orang tua saya. Jadi kami tidak tinggal di kampung asal ayah atau ibu kami. Kami hanya berempat disini. Tinggal di rumah dinas milik kantor ayah saya. Mungkin bayangan anda rumah dinas yang kami tinggali seperti perumahan yang ramai. Tapi TIDAK. Hanya ada dua rumah dinas disini. Rumah dinas karyawan tersebut hanya rumah dinas yang diperbolehkan digunakan untuk karyawan yang bukan asli orang sini. Kami tinggal dirumah dinas tersebut cukup lama. Dari saya kelas 3 SD sampai lulus SMA. Kenapa lama sekali? Sebenarnya kami tidak berencana untuk tinggal lama didaerah ini. Tapi karena mutasi ayah saya tidak dikabulkan, akhirnya kami berakhir jadi orang sini. 
Oh iya, rumah dinas yang kami tinggali ini diapit oleh kantor ayah saya yang notabene adalah sebuah fasilitas kesehatan, tahulah pasti banyak orang yang sakit yang tiap harinya datang dan bahkan orang yang meninggal. Kemudian, disisi selatannya ada perkantoran lagi dan sekolah dasar. Tepat disebelah rumah yang saya tinggali ada rumah dinas untuk penjaga sekolah. Saat itu diisi oleh seorang guru yang mengajar di SD saya.
Karena saya orang baru didaerah ini, banyak orang yang merasa aneh dengan kami. Teman-teman saya yang memang asli orang sini selalu bertanya pertanyaan yang sama setiap hari, "takut gak tinggal disana? kan angker" Lalu saya bertanya siapa yang bilang angker? Mereka menjawab orang tua mereka lah yang bercerita tentang keangkeran tempat tinggal saya. Tentu saya kaget. Tapi saat itu saya tidak pernah berfikir aneh-aneh. Terlebih, ayah saya juga selalu bilang bahwa itu cuma lelucon orang sekitar saja. Saya percaya.
Suatu malam, saya dan adik saya sedang bermain di dalam rumah, kami bermain rumah-rumahan dengan menggunakan kursi dan kain sprei. Ayah juga ada dengan kami sedang menonton TV. Sementara ibu lebh memilih untuk tidur lebih awal, karena mungkin beliau lelah seharian harus meladeni kami yang seperti tidak punya batas kelelahan :p Kami sedang asyik berimajinasi dengan properti yang seadanya. Tertawa dan saling bercanda. Sampai tiba-tiba saya mendengar suara tangisan. Saya tidak tahu persis darimana datangnya suara tersebut, tapi itu sangat jelas terdengar di telinga saya. Suara perempuan. Hanya itu saja yang saya ingat. Spontan saya langsung bertanya ke ayah saya, 
"Pa, ada suara yang nangis, mamah nangis ya?" ujarku penasaran
"Ah gak ada apa-apa. Lihat gih ke kamar" ujar ayahku datar
Aku langsung lari ke kamar untuk melihat ibuku. Dan ternyata dia tertidur pulas. Aku pun kembali ke adikku untuk melanjutkan permainan. Aku fikir, mungkin aku terlalu terbawa imajinasiku sendiri. Ya, fikiran anak kelas 3 SD yang sederhaa. Kami pun mulai bermain lagi seolah tidak ada yang terjadi. Tak lam, aku mendengar suara barang yang diseret dan terkena daun-daun kering. Sreet sreeet sreet 

Suaranya sangat jelas, dan sekarang aku sangat penasaran. Karena aku bisa menyimpulkan bahwa suara itu datang dari luar. Karena saat itu aku berdiri dipinggir jendela, ingin rasanya aku buka gordennya dan menengok keluar. Tapi tiba-tiba ayahku menyuruh kami untuk segera tidur. Kami pun merengek dan aku sejenak lupa dengan rasa penasaranku tadi. Kami kemudian membereskanbekas mainan kami. Sementara ayah mematikan TV dan beranjak ke kamar mandi. Kami hanya berdua diruangan tengah yang sebenarnya tidak begitu luas. Entah mengapa, perasaanku tidak tenang, was was dan selalu memperhatikan sekitarku. Belum selesai aku membereskan kain sprei yang tadi kami pakai, aku kemudian mendengar lagi suara tangisan seperti yang sebelumnya aku dengar. Awal nya hanya sayup-sayup kemudian semakin lama semakin kencang, dan terasa ada angin yang bertiup kearahku. 

Jelas saja aku kaget dan tanpa fikir panjang, aku berlari ke kamar ibuku sambil ketakutan. Adikku yang tidak mengerti kenapa kakaknya berlari seperti kesetanan pun ikut berlari dengan muka pucat pasi. Kami langsung bersembunyi dibawah selimut sambil berdo'a sebisa kami. Tapi suara itu semakin kencang dan berubah seperti cekikikan. Aku pun memberanikan diri untuk membahasnya dengan adikku. Dia seperti ketakutan. Belum juga aku bertanya, dia langsung berkata 
"teh, aya nu nangis." dengan lirih (ka, ada yang nangis-red)
Aku pun langsung menutup telinganya dan memaksanya untuk menutup mata dan tidur. Sulit untuk kami tidur. Sampai akhirnya ayah kami bertanya. Setelah beliau tahu apa yang membuat kami takut, beliau membimbing kami untuk berdoa, membaca surat kursi dan lainnya. Lama sekali untukku bisa melupakan hal yang kualami sementara kulihat adikku sudah tidur dengan manis. Dalam fikirku, aku hanya ingin cepat-cepat terang. Dan saat itu aku berfikir, bahwa itu adalah pengalamanku yang pertama dan terakhir.
Namun ternyata, aku SALAH......


*bersambung